Pages

Wednesday, February 16, 2011

gara-gara chemistry.. 2

Chapter 2

Remedy
Love at First Sign
And gone in first sign



“Kamu tahu apa artinya cinta, cinta adalah membiarkan orang yang kamu sayang itu mandiri, cinta membiarkan orang kamu sayang dapat bertahan di segala situasi, cinta adalah dapat menjaga orang yang kamu sayang hanya dengan mengetahui dia baik2 saja, cinta tanpa harus berkata, dia tahu kamu sayang dia, cinta adalah kepercayaan antar sesama, dan asal kamu tahu cinta itu bukan harus memiliki secara fisik, tapi hati”.



Love at first sign, penalaranku tentang hal itu ternyata terpatahkan. Aku kira Cuma hanya ada di sebuah cerita romantis adegan adegan film-film yang dimana pemeran utamanya jatuh cinta pada sang gadis, hanya dalam sekali pandang. Yang aku tahu cinta itu butuh waktu, butuh pengalaman, dan butuh upaya, tapi ternyata cinta mengalahkan logika. Ternyata kita bisa jatuh cinta dengan seseorang hanya dengan pandangan pertama. Ya, engga pertama-tama banget sih, tapi kadang tanpa kita sadari kita benar-benar menyukai orang itu dari dalam hati.

Semua ini terjadi padaku ketika aku mengenal Naiya, awalnya aku kira dia Cuma seorang gadis rumahan biasa yang belum punya pengalaman apa-apa. Tapi seiringnya waktu berjalan dengan cepatnya, ternyata aku menemukan cinta pertamaku dengannya. Dengan seorang gadis yang benar-benar tidak kusangka aku akan jatuh cinta padanya dalam kurun waktu sekejap.


Hari ini aku mengantar gadis itu untuk membeli peralatan scooping dan pemetaan, karena minggu depan tim kami akan mengadakan penelitian lapangan dalam rangka pembangunan jembatan yang menghubungkan 2 kabupaten. Di daerah Cinangka Jawa Barat. Mau ga mau aku harus berinteraksi dengannya.

“Nala, benar kan nama kamu Nala ?” tanyaku, basa-basi. #Pertanyaan awal yang bodoh.
“Bukan kak, Naiya, Kayla Naiya. Ada apa kak ?” jawab gadis tangkas di iringi dengan senyuman khasnya yang cantik.
Aku terdiam, aku bingung. Inilah jadinya kalau berani mengambil satu langkah tanpa memikirkan strateginya seperti apa.
“Oh Naiya, maaf yak aku agak lupa nama kamu. Oia nama aku..”
“nanda kan?, kakak namanya nanda” potong Naiya, mengejutkan.
Aku hanya bisa membalas dengan senyuman Karena terkejut dia bisa tahu nama aku. Tapi lepas dari ke-terkejutan aku, aku memberi tahunya bahwa hari ini aku kan mengantar dia membeli peralatan scooping dan draft peta, karena aku pernah berpengalaman membeli peralatan-peralatan itu. Diakhir pembicaraan akupun kembali ke mejaku, namun terlintas di pikiranku bagaimana caranya menghubungi gadis itu. Nanti bagaimana aku bisa berkomunikasi dengan dia bila aku sendiri ga tahu nomor teleponnya, masa harus kirim surat seperti jaman RA. Kartini tempoe doeloe. Aku pun bergegas kembali kearah Naiya. Terlihat Naiya masih duduk di tempatnya dan sambil memegang Handphonenya.
“Naiya …” sahutku memanggilnya
“iya kak, kenapa kak ?” jawab Naiya, dengan wajahnya yang mengarahkan pandangan matanya kearahku. Hey nanda, ini kenapa jadi grogi kaya gini. Melihat mata gadis ini aja ga berani? Seru hatiku berbicara. Aku sendiri jadi aneh, kenapa tiba-tiba aku merasa canggung. Padahal niatnya hanya ingin tahu nomor telpnya saja. Bukankah itu hal yang biasa, bila kita meminta nomor telepon antar sesama rekan kerja. Akhirnya, dengan spontan aku berkata,
“Naiya, berapa nomor pin BB kamu?” tanyaku yang jelas-jelas aku lihat sendiri dia tidak memegang handphone yang bertipe sama denganku. Hanya sebuah telephone genggam biasa bertipe touchscreen.
Bodoh..! hatiku berseru.
Di depanku terlihat Naiya masih bingung kearahku, sesekali memandang handphonenya. Lalu kami pun tersenyum bersama-sama.
“kakak, ini sedang mengejek yak? Handphone ku ga ada nomor pinnya, ga bisa bbm-an” ucap gadis itu berusaha menahan tawanya dengan senyumnya.
“Engga, sorry maksud aku nomor telepon kamu Naiya. Biar nanti kalau ada apa-apa bisa menghubungi kamu lebih mudah, atau mungkin nanti aku bisa telepon kamu kalau aku butuh bantuan, eh engga maksud aku kamu yang butuh bantuan aku bisa tahu ini dari kamu” ucapku kepadanya dengan nada canggung. Benar-benar belum berpengalaman nih untuk berkenalan dengan seorang wanita, sungguh tidak professional (_ _”).

****


Magnetismo

siang ini terik matahari terus menyinari kami. kami berdua masih berada di bawah atap halte bis yang berada tepat di depan kantor kami. aku lihat Naiya tidak keberatan bila kami naik angkutan umum atau taksi. jujur saja aku memang tidak bisa menyetir kendaraan roda 4. atau mungkin lebih tepatnya belum bisa, dan belum berani. taksi yang lewat kebanyakan penuh semua, karena memang saat itu jam makan siang, jadi kami harus berebutan untuk menaikinya. aku agak kasian dengan Naiya, panas terik matahari ini menyilaukan matanya, sesaat wajahnya di teduhi oleh tangan kanannya demi menangkis kilauan sinar sang mentari. namun akhirnya kami-pun mendapatkan taksi, namun tidak seperti yang kami harapkan. taksinya agak kurang nyaman. mungkin karena usia taksi yang kami naiki sudah berumur. tapi tak apalah yang penting Naiya tidak kepanasan lagi. dan kami tetap bisa pergi membeli peralatan.

Naiya memang orang yang sangat detail, dia memperhatikan setiap aku membeli peralatan. dari mulai harga, tipe barang, merek maupun toko mana yang bisa ditawarpun di perhatikan olehnya. Naiya juga bukan tipe gadis yang biasanya, dia mempunyai semangat. dia mengikuti kemana pun aku berjalan. berputar-putar mengitari gedung pertokoan yang berada di daerah gogrol tersebut. anehnya, setiap kali aku berpaling ke arah wajahnya, pasti di balasnya dengan senyuman. senyuman kecil. jujur saja, akibat senyumannya, aku pun merasa lebih bersemangat.

setelah hari-hari itu kami kian dekat, Naiya mulai bisa membuka diri dengan aku. dan aku pun dapat membuka diri aku secara personal ke Naiya, dari mulai cerita-cerita pengalaman hidup, hingga curhat-curhat tentang kehidupan pribadi. Bagiku Naiya bukan hanya sekedar teman atau rekan kerja, dia seperti seorang yang tahu dan mengenal diriku daripada orang lain. dan setiap kali aku berbicara dengannya aku merasa sangat nyaman. entah bagaimana bisa, namun aku suka sekali dengan nada suaranya "sunda" banget. plus senyumannya yang tidak bisa aku lupakan.

kedekatan kami pun di iringi dengan masalah-masalah yang timbul di dalam pekerjaan kami. jujur beberapa hari sebelum penelitian di mulai, tim kami di terjang oleh berbagai masalah. terutama masalah intern, dari mulai persediaan barang atau alat-alat yang dibutuhkan, hingga ke sumber daya manusianya. banyak pekerjaan yang aku rangkap. hingga dari hal tersebut membuat aku dan Naiya semakin dekat. Naiya memang seperti sebuah magnet, magnet yang dapat membuat setiap besi dapat menempel, dan berusaha untuk menyentuhnya. dan anehnya sepertinya aku merasa menjadi seonggok besi yang terpedaya untuk menempel di sebuah magnet. Ternyata hal ini tidak rasakan oleh aku sendiri, diam-diam beberapa rekan kerja aku juga merasakan hal yang sama. Naiya memang tipe gadis yang supel, dan seperti yang aku bilang sebelumnya. gadis seperti itulah yang benar-benar membuat aku merasa lebih bersemangat, dan menjadi titik awal aku jatuh cinta kepadanya.

##

No comments:

Post a Comment

Silakan comment, curhat, kritik, dan saran disini. Gratis.

lama blogspot bakal hangus nih... sekalian apa ya gue bikin buku dari pengalaman di blog ini..